SahabatIslami.com - Enam remaja (usia 15-18) anggota geng motor di Palembang, Sumatera Selatan, digelandang polisi ke rumah tahanan. Mereka dianggap telah melakukan tindakan kekerasan seperti menghadang, memukuli dan merampas sepeda motor.
Belum lama kita juga dikejutkan dengan berita penangkapan ketua geng motor kelas kakap di Pekanbaru, yaitu Klewang (58). Geng motor yang dipimpinnya terkenal kejam. Tidak segan-segan ia dan anak buahnya memperkosa perempuan yang ditemuinya di jalan. Bahkan, Klewang sendiri bebas melakukan hubungan seks terhadap anggota perempuannya. Yang mengejutkan, tidak sedikit anak buahnya adalah anak-anak remaja yang masih sekolah SMP dan SMA.
Tindakan geng motor belakangan memang sangat meresahkan. Mereka merusak, menganiaya dan menghajar pengendara motor yang ditemuinya di jalan. Mereka juga memalak, merusak bangunan dan berbuat onar lainnya. Dengan kata lain, ulah geng motor benar-benar telah meresahkan. Mereka seperti “segerombolan wabah” yang siap datang dan menyerang warga yang tidak bersalah.
Pertanyaannya: apakah sedemikian parah jejak rekor geng motor? Lalu, bagaimana cara mengantisipasi ulah mereka agar tidak terjadi kembali sehingga masyarakat pun dibuat hidup tenang dan nyaman?
Konon, pada medio 1990-an geng motor di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, tidaklah seganas sekarang -apalagi, awal-awal kemunculannya. Pada tahun itu, keberadaan geng motor lebih dijadikan sebagai tempat bersilaturahim, berbagi ilmu dan pengalaman. Nyaris semua geng motor di abad 20 itu berhaluan positif. Pada masa itu hanya sebagian kecil geng motor yang terlibat kriminalitas. Jumlahnya pun relatif sedikit, dan anggotanya berusia di atas 30 tahun.
Namun, istilah geng motor berubah 180 derajat setelah era 2000-an. Di awal millenium itu, persepsi masyarakat terhadap geng motor berubah menjadi sekelompok preman yang mengendarai sepeda motor dan terlibat kriminalitas. Ironisnya, geng motor di abad 21 itu beranggotakan remaja berusia 14-25 tahun. Mereka seolah tidak sadar telah menjadi preman dan menjadi pelaku kriminal.
Kenapa geng motor berubah menjadi anarkhis? Beberapa fakta menunjukkan bahwa banyak doktrin yang hinggap di kalangan anggota geng motor untuk berani melawan aparat kepolisian, orang tua dan bernyali baja dalam melakukan kejahatan. Demikian tiga sumpah anggota geng motor di Bandung dalam buku putihnya yang ditemukan polisi pada tahun 1999. Dokumen setebal 20 halaman yang diamankan Kapolwiltabes Bandung saat itu, Kolonel (Kombes-Red) Yusuf Mangga Barani, nampaknya menjadi sumpah atau patokan geng motor selama ini.
Yang lebih parah, geng motor XTC (Exalt to Coitus), geng motor terkuat di Bandung dibandingkan Moonraker, Grab on Road (GRB) dan Brigade Seven (Brigez), dalam tes terakhirnya menjadi anggota geng motor tersebut harus mengendarai sepeda motor dari Lembang ke Bandung tanpa harus menggunakan rem. Bahkan, ada orang yang harus minum darah anjing dan ayam dulu sebelum diterima menjadi anggota geng motor seperti yang diterapkan oleh geng motor Brigez. Mereka melakukan itu agar anggota baru sudah terlihat berani dan bernyali dalam melakukan aksinya.
Lemahnya Iman
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Tengku Zulkarnain, geng motor yang kerap melakukan kriminalitas lahir karena lemahnya iman para remaja. Kurangnya waktu orang tua bermain dengan anak karena sibuk dengan urusan duniawi, menjadi penyebab lain. Perilaku para remaja brutal itu karena kurang kasih sayang dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan para pembantu.
Penyebab lainnya, menurut Tengku, karena penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Sebab, polisi baru bertindak jika akibat yang ditimbulkan sudah parah. Salah satu pencegahannya bisa melarang anak di bawah umur membawa kendaraan sendiri. “Polisi harus segera menyita motor dan memanggil orang tua mereka. Orang-orang yang bergerombol di malam hari juga harus dibubarkan. Tidak ada urgensi apa-apa mereka bergerombol di malam hari,” tegas Zulkarnain.
Islam, kata Zulkarnain, tidak mengenal istilah kenakalan remaja. Menurutnya, Islam hanya mengenal istilah hukuman bagi yang sudah baligh. Jadi, jika seseorang yang sudah baligh melakukan pelanggaran hukum, mereka diproses secara pidana tanpa pandang bulu agar jera.
Pendapat berbeda disampaikan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Aris Merdeka Sirait. Menurutnya, geng motor berani berbuat onar karena frustasi tidak bisa menyalurkan energinya. “Kita harus melihat fenomena kriminalitas geng motor ini secara menyeluruh. Fenomena sosial ini terjadi akibat perilaku atau tindakan kekerasan yang dicontohkan oleh orang dewasa, termasuk guru dan orang tua serta media yang ditonton masyarakat,” ujar Aris Merdeka Sirait
Menurut Aris, mereka mengimplementasikan perilaku kekerasan itu dalam berbagai bentuk. Misalnya perkumpulan geng motor, pencurian, mabuk-mabukan dan bentuk kriminalitas lainnya. Diperlukan pengembangan ketahanan keluarga yang kuat dari segi pendidikan agama, etika, moral dan rumah yang ramah terhadap perilaku anak, agar tidak lahir geng motor brutal. Dengan ketahanan keluarga yang kuat anak-anak tidak akan mudah terjerumus melakukan tindakan kriminal.
Program Gemmari
Banyak hal yang dilakukan pemerintah pusat atau daerah untuk mengatasi keresahan yang dilakukan oleh warganya, terutama kaum remaja. Di Kabupaten Bangka, Bangka Belitung, cara itu bernama “Program ‘Maghrib Mengaji’ (Gemmari). “Program ini diharapkan dapat meningkatkan pengamalan agama dan menggiatkan masyarakat untuk lebih mencintai dan memaknai isi kandungan Alquran agar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Kabag Humas dan Protokol Bangka Boy Yandra, Rabu (19/2/14) kepada media.
Ia mengatakan, Gemmari ini merupakan kegiatan bagi masyarakat untuk mengisi waktu, terutama kepada anak-anak dan remaja serta generasi muda. Harapannya, dengan kegiatan ini terjadi pembentukan karakter dan mental anak. “Dengan adanya Gemmari, masyarakat terutama generasi muda dapat mengisi waktu yang bermanfaat dengan tujuan menambahkan keimanan dan ketakwaan serta memberikan keberkahan kepada anak dan juga lingkungan,” ujarnya.
Selain itu, sambung Boy, kegiatan ini sangat bermanfaat dalam menekan angka kenakalan remaja serta pembinaan mental dan juga akhlak yang baik. “Kita lihat fenomena yang terjadi sekarang ini banyak anak-anak di kala waktu Maghrib masih berada di depan televisi, di jalan, dan nongkrong di kafe-kafe,” katanya.
Di Kota Udang, Cirebon lain lagi. Polres Cirebon malah merangkul bikers (pengendara motor) untuk mengkampanyekan “anti geng motor”. Ide ini muncul pada 16 Desember 2010. Saat itu sekelompok (ribuan) biker mulai dari motor gede seperti Harly Davidson, Ninja, Tiger, Vixion, hingga motor-motor matic melintas di jalan utama Cirebon dengan dikawal polisi. Menurut pihak polisi, acara ini sengaja diadakan sebagai sebuah pendekatan pihak kepolisian kepada para masyarakat khususnya para bikers untuk berkampanye menolak geng motor yang belakangan meresahkan masyarakat.
Masih banyak lagi (mungkin) yang dilakukan oleh pemerintah atau instansi lain untuk mengatasi kenakalan remaja. yang jelas, apa yang dilakukan oleh pejabat di Bangka Belitung dan kepolisian di Cirebon patut kita apresiasi bersama. Sebab, ulah geng motor memang telah meresahkan masyarakat. Jika alasannya hanya ingin silaturrahmi dan menjalin persahabatan, banyak cara lain yang bisa dilakukan seperti olah raga, kegiatan kepemudaan, dan sebagainya, tanpa harus masuk geng motor. Semoga remaja-remaja Indonesia mulai sadar bahwa sangat sedikit yang didapatkan dari geng motor kecuali hanya merugikan mereka sendiri!
[hn/eep-khunaefi.net/sahabatislami.com]